TUJUH PULUH TIGA DALIL-DALIL DAN PERNYATAAN PARA ULAMA TENTANG KESUNNAHAN PAKAIAN BERWARNA PUTIH, JUBAH, SORBAN, GAMIS, RIDA’, DAN PERMASALAHAN TENTANG PAKAIAN BERWARNA HITAM.
Hadits-hadits tentang kesunnahan pakaian berwarna putih
1. عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ وَكَفِّنُوافِيهَا مَوْتَاكُمْ.
Dari Samurah bin Jundab r.a, sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda: ”Pakailah oleh kalian dari pada pakaian-pakaian kalian yang berwarna putih. Karena sesungguhnya pakaian berwarna putih itu adalah pakaian yang paling suci dan yang terbaik, dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian.” (HR. an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Ahmad bin Hambal, al-Baihaqi,at-Thabrani, Ibnu Majah, Ibnu Syaibah, dan Malik)
2. عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَفَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ
Dari Ibnu ‘Abbas r.a ia berkata, Rasulullah Saw.: ”Pakailah oleh kalian dari pada pakaian-pakaian kalian yang berwarna putih. Karena sesungguhnya pakaian berwarna putih itu adalah pakaian terbaik kalian, dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad bin Hambal, at-Thabrani, Ibnu Hibban dan ‘Abdu Razzaq)
3. عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ: إِنَّ أَحْسَنَ مَا زُرْتُمُ اللَّهَ بِهِ فِي قُبُورِكُمْ ، وَمَسَاجِدِكُمْ ، الْبَيَاضُ.
Dari Abi Darda r.a ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya (pakaian) terbaik dalam berziarah kepada Allah Swt. pada kubur-kubur kalian dan masjid-masjid kalian adalah pakaian berwarna putih.” (HR. Ibnu Majah, as-Sindi)
4. عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِثِيَابِ الْبَيَاضِ لِيَلْبَسَهَا أَحْيَاؤُكُمْ ، وَكَفِّنُوافِيهَا مَوْتَاكُمْ ، فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ.
Dari Samurah bin Jundab r.a, sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda: “Hendaklah kalian memakai pakaian berwarna putih untuk dipakai semasa hidup kalian, dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian, karena sesungguhnya ia adalah pakaian terbaik kalian.” (HR. an-Nasa’i, al-Hakim, Ahmadbin Hambal, dan ath-Thabrani)
Pernyataan para ‘ulama tentang pakaian berwarna putih
5. يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَكُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (31)
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) Mesjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS al-A’raf:31)
Salah satu penafsiran Ibnu Katsir tentang ayatdi atas adalah sebagai berikut:
ولهذه الآية، وما ورد في معناها من السنة، يستحبالتجمل عند الصلاة، ولا سيما يوم الجمعة ويوم العيد، والطيب لأنه من الزينة، والسواكلأنه من تمام ذلك، ومن أفضل الثياب (3) البياض، كما قال الإمام أحمد:
حدثنا علي بن عاصم، حدثنا عبد الله بن عثمان بن خُثَيم، عن سعيدبن جبير، عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "البسوا من ثيابكمالبياض، فإنها من خير ثيابكم، وكَفِّنوا فيها موتاكم
“Dan dalam ayat ini terkandung makna dari sunnah, disukai berhias tatkala hendak shalat, terutama pada hari Jum’at dan hari ‘Id. Dan juga memakai wewangian karena ia bagian dari berhias dan bersiwak (menyikat gigi) karena ia bagian dari kesempurnaan atas hal yang demikian tersebut. Dan yang lebih utama adalah memakai pakaian berwarna putih, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad: telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Utsman bin Khutsaim dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: ”Pakailah oleh kalian dari pada pakaian-pakaian kalian yang berwarna putih. Sesungguhnya ia adalah pakaian terbaik kalian, dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian.” (Tafsir IbnuKatsir, juz 2, hal 183)
6. ( ويستحب الأبيض من الثياب ) لقوله عليه الصلاة والسلام : ' خير ثيابكمالبيض ' وقال عليه الصلاة والسلام : ' إن
الله تعالى يحب الثياب البيض ، وأنه خلق الجنةبيضاء
“(Disunnahkan warna putih dari pakaian) berdasarkan sabda Rasulullah Saw.: ”pakaian terbaik kalian adalah yang berwarna putih. ”Dan Sabdanya yang lain:
”Sesungguhnya Allah Ta’la menyukai pakaian berwarna putih, dan sesungguhnya Dia menciptakan surga itu putih.”” (Syekh ‘Abdullah bin Mahmud al-Mausuli al-Hanafi, al-Ikhtiyarlita’lil al-mukhtar, juz 4, hal 190)
7. ولبس الثوب الأحمر والمعصفر حرام وأفضل الثياب البيض
“Memakai pakaian berwarna merah dan pakaian yang dicelup tumbuhan berwarna kuning adalah haram. Dan yang afdlal / lebih utama adalah pakaian putih.” (Syekh Muhammad bin Abi Bakr ar-Razi al-Hanafi, Tuhfah al-Muluk, juz1, hal 277)
8. (وَيُسْتَحَبُّ ) الثَّوْبُ ( الْأَبْيَضُ ……) لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ { إنَّ اللَّهَ يُحِبُّالثِّيَابَ الْبِيضَ وَإِنَّهُ خَلَقَ الْجَنَّةَ بَيْضَاءَ }
“(Disunnahkan) pakaian berwarna putih… berdasarkan hadits Rasulullah Saw. {Sesungguhnya Allah Swt. menyukai pakaian berwarna putih. Dan sesungguhnya ia menciptakan surga itu putih}.” (Syekh Zadah al-Hanafi, Majma’ al-anhar, juz 8, hal 149)
9.…}يُسْتَحَبُّ لِلْمُحْرِمِ لُبْسُ الْبَيَاضِ بَلْ وَغَيْرُالْمُحْرِمِ ؛ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ { : الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمْالْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ } ،وَفِي الْحَدِيثِ الْآخَرِ { : الْبَسُوا الثِّيَابَ الْبِيضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُوَأَطْيَبُ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ } .
“…disunnahkan untuk orang yang sedang ihram memakai pakaian berwarna putih, akan tetapi juga disunnahkan untuk dipakai saat selain ihram berdasarkan hadits Rasulullah Saw.: “Pakailah oleh kalian pakaian berwarna putih. Sesungguhnya ia adalah pakaian terbaik kalian, dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian.” ، dan pada hadits lain: ”Pakailah oleh kalian pakaian yang berwarna putih. Sesungguhnya pakaian yang berwarna putih itu adalah pakaian yang paling suci dan yang terbaik, dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian.”” (Syekh Muhammad bin ‘Abdillahal-Kharasyi al-Maliki, Syarah Mukhtashar Khalil, Juz 8, hal 88)
10. ( فَائِدَةٌ ) ذَكَرُوا أَنَّهُ يَنْبَغِي لِلْإِنْسَانِ أَنْ يَلْبَسَ أَحْسَنَ الْمَلْبُوسِخُصُوصًا فِي حَالِ صَلَاتِهِ وَأَفْضَلُهُ الْبَيَاضُ
“(Faidah) mereka menyebutkan bahwa seyogyanya bagi orang-orang agar memakai pakaian yang paling baik, khususnya pada saat shalat, dan yang paling afdlal adalah pakaian berwarna putih.” (Syekh Muhammad bin ‘Abdillah al-Kharasyi al-Maliki,Syarah Mukhtashar Khalil, juz 3, hal 234)
11. ( قَوْلُهُ : وَلُبْسُ الثِّيَابِ الْجَمِيلَةِ ) فِيهِ إشَارَةٌ إلَى أَنَّ قَوْلَالْمُصَنِّفِ وَجَمِيلُ ثِيَابٍ مِنْ إضَافَةِ الصِّفَةِ لِلْمَوْصُوفِ ( قَوْلُهُوَأَفْضَلُهَا الْبَيَاضُ ) يَقْتَضِي أَنَّ الْجَمِيلَ شَرْعًا يَكُونُ أَبْيَضَ وَغَيْرَأَبْيَضَ إلَّا أَنَّ الْأَبْيَضَ
“(Perkataannya: dan pakaian yang bagus) didalamnya terdapat isyarat kepada perkataan pengarang. Dan pakaian yang bagus merupakan idlafah shifat untuk yang disifati (ash-Shifah li al-Maushuf). (Perkataannya dan yang paling afdlal adalah (pakaian) berwarna putih), itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan bagus menurut syara’ itu khususnya adalah (pakaian) berwarna putih. Dan dengan selain yang putih, tetaplah putih yang paling afdlal (utama)." (SyekhMuhammad bin ‘Abdillah al-Kharasyi al-Maliki, Syarah Mukhtashar Khalil, juz 5, hal 194)
12. قوله: ( وأفضلها الأبيض ) : اعلم أن لبس الثياب الجميلة يوم الجمعة مندوب لا لأجل اليومبل لأجل الصلاة
“Perkataannya: (dan yang paling afdlal adalah pakaian berwarna putih): ”ketahuilah sesungguhnya pakaian yang bagus (berwarna putih) dihari Jum’at itu adalah yang disunnahkan. Akan tetapi hal itu bukan hanya terbatas pada hari Jum’at atau hari tertentu saja, tapi disunnahkan pada setiap melaksanakan shalat.” (Syekh Ahmad ash-shawi al-Maliki, Bulghah as-salik, juz 1, hal 331)
13......فيستحبالتزين للجمعة بأخذ الشعر والظفر والسواك وقطع الرائحة الكريهة ويلبس أحسن الثياب وأولاهاالبيض
“…maka disunnahkan berhias pada hari Jum’at dengan memotong rambut dan kuku, bersiwak (gosok gigi), memakai minyak wangi, memakai pakaian yang terbaik, dan yang paling utama adalah pakaian berwarna putih.” (Syekh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad asy-Syarbini al-Khatib asy-Syafi’i, al-Iqna’, juz 1, hal 162)
14. (وقوله) أفضل الثياب البياض كان الاحسن أن يقول البيض ويصح البياض علي تقدير افضل الوانالثياب البياض وهو معنى الحديث البسوا ثياب البيض أي ثياب الالوان البيض …
فقال اصحابنا يستحب مع الاغتسال للجمعة أن يتنظف بازالة أظفار وشعروما يحتاج الي ازالتهما كوسخ ونحوه وأن يتطيب ويدهن ويتسوك ويلبس أحسن ثيابه وافضلهاالبيض ويستحب للامام أكثر مما يستحب لغيره من الزينة وغيرها وأن يتعمم ويرتدى وأفضلثيابه البيض كغيره هذا هو المشهور وذكر الغزالي في الاحياء كراهة لباسه السواد وقالهقبله أبو طالب المكى
“(Dan perkataannya) yang paling afdlal adalah pakaian berwarna putih (al-Bayadl). Sesungguhnya adalah lebih baik jika mengatakannya dengan lafazh al-Baidl. Dan yang benar tentang penafsiran al-bayadl adalah pakaian yang terbuat dari kain berwarna putih, karena sesuai dengan makna hadits ”Pakailah oleh kalian pakaian berwarna putih”, yakni pakaian yang terbuat dari kain berwarna putih….maka berkata para ulama dari madzhab kami, disunnahkan mandi pada hari jum’at, membersihkan diri dengan menghilangkan kotoran dari badan serta rambut dan pada apa-apa yang perlu dibersihkan, meminyaki rambut, memakai minyak wangi, bersiwak, memakai pakaian yang terbaik dan yang paling utama adalah pakaian berwarna putih. Dan disunnahkan bagi imam membanyakkannya / sangat menekankannya, lebih dari orang yang bukan imam, dengan menambahkan memakai sorban dan rida. Dan tetaplah yang paling afdlal kesemuanya itu berwarna putih, seperti yang lainnya juga, inilah pendapat yang masyhur. Dan telah berkata Imam Ghazali dalam kitab ihya’, tentang makruhnya pakaian berwarna hitam, dan itulah perkataan yang diucapkan sebelumnya oleh Abu Thalibal-Makki (pengarang kitab Qut al-Qulub).” (Imam Nawawi asy-Syafi’i, al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab, juz 4,hal. 538)
15. ( وَ ) يُسَنُّ ( أَنْ يَتَزَيَّنَ ) حَاضِرُ الْجُمُعَةِ الذَّكَرُ ( بِأَحْسَنِ ثِيَابِهِوَطِيبٍ ) لِحَدِيثِ { مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِوَمَسَّ مِنْ طِيبٍ إذَا كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ وَلَمْ يَتَخَطَّأَعْنَاقَ النَّاسِ ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللَّهُ ثُمَّ أَنْصَتَ إذَا خَرَجَ إمَامُهُحَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلَاتِهِ كَانَ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ جُمُعَتِهِالَّتِي قَبْلَهَا } رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيحِهِ وَالْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ، وَقَالَ : إنَّهُ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ ، وَأَفْضَلُ ثِيَابِهِ الْبِيضُلِخَبَرِ { الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمْ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا خَيْرُ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوافِيهَا مَوْتَاكُمْ } رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُ وَصَحَّحُوهُ .
“(Dan) disunnahkan (agar berhias) saat menghadiri shalat Jum’at (dengan pakaian yang baik dan memakai minyak wangi) berdasarkan hadits {Barangsiapa yang mandi padahari jum’at, memakai siwak, memakai pakaian yang terbaik, memakai minyak wangi jika dia memilikinya, kemudian mendatangi masjid sementara dia tidak melangkahi pundak-pundak orang lain sehingga dia ruku’ (shalat), kemudian mendengarkan pada saat Khatib berkhutbah dan hingga mengikutinya sampai selesai shalatnya, maka hal itu sebagai penghapus dosa-dosa yang terjadi antara jum’at ini dengan hari jum’at sebelumnya}. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya danal-Hakim dalam kitab mustadraknya. Ia al-Hakim berkata bahwa hadits tersebut shahih menurut syarat imam Muslim. Dan yang paling afdlal adalah pakaian putih, berdasarkan hadits {Pakailah oleh kalian pakaian putih. Sesungguhnya ia adalah pakaian terbaik kalian, dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian.”}, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya dan mereka menshahihkannya.” (Syekh Syamsyuddin Muhammad al-Khatibasy Syarbini asy-Syafi’i, Mughn al-Muhtaj, juz 4, hal. 31 )
16. (والثالث) أحسن ثيابه من الأبيض والأخضر لأنهما من لباس رسول الله صم. والأولى لبس(الثياب البيض فإنها أفضل الثياب) وبعدها الأخضر في كل زمن حيث لا عذر
“(Dan yang ketiga memakai) pakaian terbaik dari yang berwarna putih dan hijau. Karena keduanya adalah pakaian Rasulullah Saw. Dan yang paling utama adalah memakai (pakaian berwarna putih, karena ia adalah sebaik-baik pakaian), dan setelahnya adalah hijau, yang berlaku pada setiap zaman selama tidak ada ‘udzur.” (Syekh Nawawi al-Bantani, Tausyih ‘alaIbni Qasim, hal 82)
17. ( وَ ) يُسَنُّ ( لُبْسُ الثِّيَابِ الْبِيضِ ) لِحَدِيثِ { الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمْالْبِيضَ ، فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ } رَوَاهُأَبُو دَاوُد ( وَهِيَ ) أَيْ الثِّيَابُ الْبِيضُ ( أَفْضَلُ ) مِنْ غَيْرِهَا ( وَ) تُسَنُّ ( النَّظَافَةُ فِي ثَوْبِهِ وَبَدَنِهِ وَمَجْلِسِهِ ) لِخَبَرِ { إنَّاللَّهَ نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ } وَكَانَ ابْنُ مَسْعُودٍ يُعْجِبُهُ إذَا قَامَإلَى الصَّلَاةِ الرِّيحَ الطَّيِّبَةَ وَالثِّيَابَ النَّظِيفَةَ .
"(Dan) disunnahkan (memakai pakaian berwarna putih) berdasarkan hadits {Pakailah oleh kalian pakaian berwarna putih. Sesungguhnya ia adalah pakaian terbaik kalian, dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian}, diriwayatkan Abu Daud. (Dan ia) yakni pakaian berwarna putih (lebih utama) dari selainnya (dan) disunnahkan (menjaga kebersihan pada pakaiannya, badannya, dan majlisnya) berdasarkan pada hadits {Sesungguhnya Allah Swt. adalah Nazhifun = Maha Bersih yang menyukai kebersihan}. Dan sesungguhnya Ibnu Mas’ud suka membuat takjub orang lain ketika berdiri hendak shalat dengan aroma minyak wanginya dan pakaiannya yang bersih.” (SyekhManshur bin Yunus al-Buhuti asy-Syafi’i, Kasysyaf al-qina’ ‘an al-‘iqna’, juz 2, hal. 341)
18. لأن الأبيضهو أفضل الثياب ؛ وقد قال - صلى الله عليه وسلم - : (( خير ثيابكم البيض فالبسوها وكفنوافيها موتاكم ))……… فاستحبوالبس الأبيض ؛ لأن النبي -- صلى الله عليه وسلم -- فضله واستحبه للأمة
“Karena sesungguhnya (pakaian) berwarna putih adalah pakaian yang paling utama؛ dan sesungguhnya Nabi Saw bersabda: ((pakaian terbaik kalian adalah putih, maka pakailah oleh orang yang hidup dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian.))…………. maka cintailah oleh kalian pakaian berwarna putih, karena sesungguhnya Nabi Saw mengutamakannya dan mensunnahkannya bagi umatnya.” (Syekh asy-Syanqithi, Durus ‘umdahal-fiqh karangan, juz 4, hal. 340)
Hadits-hadits tentang Gamis dan Jubah
19. عَنْ أُمِّسَلَمَةَ قَالَتْ : لَمْ يَكُنْ ثَوْبٌ أَحَبَّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِوسَلَّمَ مِنَ الْقَمِيصِ
Dari Ummu Salamah, ia berkata: ”Tidaklah ditemukan pakaian yang paling dicintai Rasulullah selain dari pada gamis.” (HR. Ibnu Majah, al-Hakim, dan Abu Dawud)
20. عَنْ أُمِّسَلَمَةَ ، قَالَتْ : كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقَمِيصُ
Dari Ummu Salamah, ia berkata: ”Sesungguhnya pakaian yang paling dicintai Rasulullah Saw. adalah gamis.” (HR. an-Nasa’i dan at-Tirmidzi)
21. عَنِ ابْنِعَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَلَبِسَ قَمِيصًا وَكَانَ فَوْقَ الْكَعْبَيْنِ وَكَانَ كُمُّهُ مَعَ الأَصَابِعِ.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a: “Sesungguhnya Nabi Saw. memakai gamis di atas mata kaki, dan lengan bajunya sebatas jari-jari tangannya.” (HR. al-Hakim)
22. عن أبي هريرة: أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا لبس قميصا بدأ بميامنه
Dari Abu Hurairah: ”Sesungguhnya Nabi Saw. tatkala hendak memakai gamis, maka ia memulainya dari sebelah kanan.” (HR. an-Nasa’i)
23. حَدَّثَنَاعَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ-صلى الله عليه وسلم- تَقُولُ : مَا كَانَ شَىْءٌ مِنَ الثِّيَابِ أَحَبُّ إِلَى رَسُولِاللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنَ الْقَمِيصِ
Telah memberitahukan kepada kami ‘Abdullah bin Buraidah ia berkata, aku mendengar Ummu Salamah istri Nabi Saw berkata: ”Tidak ada sesuatu pun dari pakaian yang paling dicintai Rasulullah Saw. selain dari pada gamis.” (HR. al-Baihaqi)
24. عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ يَلْبَسُ قَمِيصًا قَصِيرَ الْيَدَيْنِ، وَالطُّولِ.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: ”Sesungguhnya Rasulullah Saw. sering memakai gamis yang lengannya pendek, dan terkadang yang lengannya panjang." (HR. Ibnu Majah)
25. عَنْ مُغِيرَةَبْنِ شُعْبَةَ قَالَ : كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي سَفَرٍ فَقَالَيَا مُغِيرَةُ خُذِ الإِدَاوَةَ فَأَخَذْتُهَا فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهعليه وسلم حَتَّى تَوَارَى عَنِّي فَقَضَى حَاجَتَهُ ، وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ شَأْمِيَّةٌفَذَهَبَ لِيُخْرِجَ يَدَهُ مِنْ كُمِّهَا فَضَاقَتْ فَأَخْرَجَ يَدَهُ مِنْ أَسْفَلِهَافَصَبَبْتُ عَلَيْهِ فَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ ثُمَّصَلَّى
Dari ‘al-Mughirah bin Syu’bah, ia berkata: ”Aku sedang bersama Rasulullah Saw. dalam safar. Maka Rasulullah berkata, wahai Mughirah ambilkanlah kantung air. Maka aku mengambil kantung air. Setelah itu Rasulullah Saw. pergi ketempat jauh hingga tidak tampak dari pandanganku, lalu Beliau buang hajat. Saat itu Beliau memakai jubah syamiyah, lalu hendak mengeluarkan tangannya dari lengan jubahnya. Karena lengan jubahnya sempit, maka beliau Saw. mengeluarkan tangannya dari bawah jubahnya, lalu aku menuangkan air untuknya, lalu beliau Saw. berwudlu untuk shalat dan mengusap sepatunya, lalu akhirnya Beliau Saw. melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, an-Nasai, Ibnu Khuzaimah, al-Baihaqi, Abi ‘Awanah, at-Thabrani, ‘Abdu Razzaq, ad-Darimi, Abi Syaibah)
Hadits tersebut di atas merupakan isyarat bahwa Rasulullah Saw. sering memakai jubah.
26. حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِأَبُو عُمَرَ مَوْلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ قَالَ رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ فِىالسُّوقِ اشْتَرَى ثَوْبًا شَامِيًّا فَرَأَى فِيهِ خَيْطًا أَحْمَرَ فَرَدَّهُ فَأَتَيْتُأَسْمَاءَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهَا فَقَالَتْ يَا جَارِيَةُ نَاوِلِينِى جُبَّةَ رَسُولِاللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَخْرَجَتْ جُبَّةَ طَيَالِسَةَ مَكْفُوفَةَ الْجَيْبِوَالْكُمَّيْنِ وَالْفَرْجَيْنِ بِالدِّيبَاجِ.
Mengabarkan kepada kami ‘Abdullah Abu ‘Umar Maula Asma’ binti Abu Bakar, ia berkata: ”Aku melihat Ibnu ‘Umar di pasar sedang membeli pakaian syamiyah, aku melihat merah pada jubahnya. Maka aku pergi meninggalkannya tuk menemui Asma’, lalu aku pun menceritakan hal tersebut padanya. Maka Asma’ pun berkata wahai jariyah (pembantu) ambilkan untukku jubah Rasulullah Saw. Maka jariyah pun mengeluarkan/memperilihatkan sebuah jubah persia hijau yang mempunyai kelim/lipatan yang ada sakunya, juga ada lengan baju dan dua celah yang terbuat dari sutera.” (HR. Abu Dawud)
Hadits tersebut di atas merupakan isyarat bahwa Rasulullah Saw. sering memakai jubah.
Tambahan. Memakai sarung dalam aktivitas sehari-hari juga adalah sunnah Rasulullah Saw., yang ditunjukkan oleh salah satu hadits di bawah ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ : خَطَبَنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَفَاتٍ فَقَالَ مَنْ لَمْيَجِدِ الإِزَارَ فَلْيَلْبَسِ السَّرَاوِيلَ ، وَمَنْ لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِالْخُفَّيْنِ.
Dari Ibnu ‘Abbas ra., ia berkata: ”Rasulullah Saw. berkhutbah kepada kami saat di padang ‘Arafah. Beliau bersabda: ”Barang siapa yang tidak mempunyai sarung maka pakailah celana. Barang siapa yang tidak mempunyai sepasang sandal maka pakailah sepasang sepatu.”
Pernyataan para ‘Ulama tentang gamis dan jubah
27. ولبس القميصوكان أحبَّ الثياب إليه، وكان كُمُّه إلى الرُّسُغ
“Dan pakaian gamis, sesungguhnya ia adalah pakaian yang paling dicintai Rasulullah Saw. Dan Bahwasannya terdapat saku hingga pergelangan tangannya.” (Syekh ‘Ali bin Nayif asy-Syuhud, al-Muhadzdzab fi tafsir, juz 1, hal. 481)
28. قَوْلُهُ: ( أَحْسَنَ ثِيَابِهِ ) وَأَنْ يَتَقَمَّصَ وَيَتَعَمَّمَ وَيَتَطَيْلَسَ وَيَرْتَدِيَ
“Perkataannya: (yang paling baik pakaiannya), yaitu sesungguhnya yang bergamis, bersorban, berjubah hijau, berrida’.” (Syekh Sulaiman al-Bujairimi asy-Syafi’i, Tuhfah al-Habib, juz 2, hal. 111)
29. وَفِي كِتَابِاللِّبَاسِ لِلْقَاضِي يُسْتَحَبُّ لِبْسُ الْقَمِيصِ ، وَاحْتَجَّ بِقَوْلِ أُمِّسَلَمَةَ { كَانَ أَحَبُّ الثِّيَابِ إلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ الْقَمِيصَ ، } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ
“Dan di dalam kitab “al-Libas” karangan al-Qadli, ”Disunnahkan memakai gamis, berdasarkan hujah dari Ummu Salamah: {”Sesungguhnya pakaian yang paling dicintai Rasulullah Saw. adalah gamis.”} (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi). (Syekh Muhammad bin Muflih al-Hambali, al-Furu’, juz 2, hal. 23)
30. (وتستحبصلاته في ثوبين) كالقميص والرداء والإزار أو السراويل مع القميص
“(Dan disunnahkan dalam shalat memakai pakaian yang sepasang) semisal gamis dan rida’, dan sarung, atau memakai celana yang dirangkap dengan gamis.” (‘Abdurahman an-Najdi, Hasyiyah ar-Raudl, juz 1, hal. 499)
Hadits-hadits tentang sorban
31. عَنْ أَبِى جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِىِّ بْنِ رُكَانَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّرُكَانَةَ صَارَعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَصَرَعَهُ النَّبِىُّ -صلىالله عليه وسلم- قَالَ رُكَانَةُ وَسَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ« فَرْقُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُشْرِكِينَ الْعَمَائِمُ عَلَى الْقَلاَنِسِ».
Dari Abi Ja’far bin Muhammad bin ‘Ali bin Rukanah dari ayahnya: ”Sesungguhnya Rukanah bergulat dengan Nabi Saw., maka Nabi Saw. pun membanting Rukanah. Rukanah berkata, aku mendengar Nabi Saw. bersabda: {Perbedaan antara kita dan antara orang-orang Musyrik adalah sorban di atas peci}." (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, ath-Thabrani, al-Hakim, al-Baihaqi)
Penjelasan: di dalam kitab Tanqih al-qaul dijelaskan bahwa jika memakai peci saja, maka menyerupai dengan kaum Musyrikin, karena kaum Musyrikin pun suka memakai peci tapi tidak mengenakan sorban di atas pecinya. Di dalam kitab ad-Di’amah juga disebutkan, karena banyak keterangan bahwa kita dilarang tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dalam berbagai keadaan, juga saat berpakaian pada waktu beribadah.
32. عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا اعْتَمَّ سَدَلَعِمَامَتَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ. قَالَ نَافِعٌ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَسْدِلُ عِمَامَتَهُبَيْنَ كَتِفَيْهِ.
Dari Ibnu ‘Umar ia berkata: ”Sesungguhnya Rasulullah Saw. tatkala memakai sorban, dijuraikan (buntut) sorbannya itu diantara dua pundak/bahunya.” (HR. at-Tirmidzi dan al-Baihaqi)
33. حَدَّثَنِى شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَعَوْفٍ يَقُولُ عَمَّمَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَسَدَلَهَا بَيْنَيَدَىَّ وَمِنْ خَلْفِى
Telah mengabarkan kepadaku seorang Syekh dari penduduk Madinah ia berkata, aku mendengar ‘Abdurahman bin ‘Auf berkata: ”Rasulullah Saw. memakaikan sorban padaku, maka dijuraikanlah (buntut) sorban tersebut diantara kedua tanganku, dibelakangku.” (HR.Abu Dawud, Abi Ya’la dan al-Baihaqi)
34. عن جابر قال, قال رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم: رَكْعَتَانِ بِعَمَامةٍ خَيْرٌمِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً بِلاَ عِمَامَةٍ)
Dari Jabir ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: ”Shalat dua raka’at dengan memakai sorban, lebih baik/utama dari pada shalat tujuh puluh raka’at tanpa memakai sorban.” (HR. ad-Dailami, lihatkitab Syarah jami’ ash-Shagir oleh Syekh al-Manawi juz 4 hadits no. 4468). Shalat adalah menghadap Sang Maha Raja, dan datang menghadap ke hadirat Sang Maha Raja tanpa berhias adalah menyalahi adab! (Kitab Tanqih al-Qaul)
35. قال صلى الله عليه وسلم: تَعَمَّموا فَإنَّ المَلائِكَةَ تَعَمَّمَتْ
Rasulullah Saw. bersabda: ”Bersorbanlah kalian, karena sesungguhnya para malaikat itu bersorban.” (Syekh Nawawi al-Bantani, Tanqih al-qaul, bab keutamaan sorban)
Syaikh Muhammad Ibn Jamil Zainu (Imam Muhammad Ibn Saud Islamic University) dalam bukunya (Al-Syamail Al-Muhammadiyyah, hal 106):
بَلَى إِنْ تَصْبِرُواوَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِآلَافٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُسَوِّمِينَ (125)
“Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. (S.Al Imran : 125). Ibnu ‘Abbas berkata: ”Tanda itu maksudnya adalah memakai sorban.”
36. وعن أبيهريرة معا ( إن لله عز وجل ملائكة وقوفا بباب المسجد يستغفرون لأصحاب العمائم البيض)
“Beberapa malaikat Allah akan berdiri di depan pintu mesjid dan memintakan ampun bagi mereka yang memakai sorban berwarna putih.” (Hafizhas-Sakhawi Al-Maqaasidul Hasanah, Hal. 466)
37. عَنِ ابْنِ الْمُغِيرَةِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَسَحَعَلَى الْخُفَّيْنِ وَمُقَدَّمِ رَأْسِهِ وَعَلَى عِمَامَتِهِ.
Dari Ibnu al-Mughirah dari Ayahnya: ”Bahwasannya Nabi Saw. mengusap dua sepatunya, bagian depankepalanya, dan sorbannya (saat wudlu).” (HR. Muslim, AbuDaud)
Hadits tersebut di atas memberikan isyarat bahwa Rasulullah Saw. memakai sorban.
38. عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللَّهَوَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى أَصْحَابِ الْعَمَائِمِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
Dari Abi Darda’ ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: ”Sesungguhnya Allah Swt. dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang memakai sorban pada hari Jum’at.” (HR. ath-Thabrani dan Abu Nu’aim)
39. وقال صلىالله عليه وسلم: صَلَّتِ المَلاَئِكَةُ عَلَى المُتَعَمِّمينَ يَوْمَ الجُمُعَة)
Rasulullah Saw. bersabda: ”Malaikat memintakan rahmat untuk orang-orang yang memakai sorban pada hari Jum’at.” (Syekh Nawawial-Bantani, Tanqih al-qaul, bab keutamaan sorban)
40. (وقال صلىالله عليه وسلم: تَعَمَّمُوا فَإنَّ الشَّياطِينَ لاَ تَتَعمَّمُ)
Rasulullah Saw. bersabda: ”Bersorbanlah kalian, karena sesungguhnya setan tidak bersorban.” (Syekh Nawawi al-Bantani, Tanqih al-qaul, bab keutamaan sorban)
41. وقال صلىالله عليه وسلم: العَمَائِمُ سِيمَا المَلائِكَةِ فَأرْسِلُوهاخَلْفَ ظُهورِكُمْ
Rasulullah Saw. bersabda: ”Sorban adalah kekhususan/ciri malaikat, maka juraikanlah (buntutnya) di belakang punggung kalian.” (HR. Ibnu ‘Adi danal-Baihaqi dalam kitab khulashah)
42. (قال النبيصلى الله عليه وسلم: العَمَائِمُ تِيجانُ العَرَبِ فَإذَا وَضَعُواالعَمَائِمَ وَضَعُوا عِزَّهُمْ)
Rasulullah Saw. bersabda: ”Sorban adalah mahkotanya orang Arab. Jika mereka meletakkan sorban, maka berarti mereka telah meletakkan kemuliannya.” (HR. ad-Dailami)
43. عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ بن أُسَامَةَ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَعْتِمُوا تَزْدَادُوا حِلْمًا.
Dari Abi al-Malih bin Usamah dari ayahnya ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Bersorbanlah kalian, niscaya kalian akan bertambah sabar.” (HR. at-Thabrani)
44. و حكى ابن عبد البرعن علي كرم الله وجهه أنه قال : ( تمام جمالة المرأة في خفها، وتمام جمال الرجل فيعمته)
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abdil Bar dari Imam ‘Ali Kw, sesungguhnya beliau berkata: ”Kesempurnaan kecantikan wanita ada pada selopnya, dan kesempurnaan ketampanan laki-laki ada pada sorbannya.” (Ibnu Muflih al-Hambali, al-Adabu Syar’iyyah, juz 3, hal 354)
Pernyataan para ‘Ulama tentang sorban
54. قَدْ رَوَى الْبَيْهَقِيُّ فِيشُعَبِ الْإِيمَانِ عَنْ أَبِي عَبْدِ السَّلَامِ قَالَ سَأَلْت ابْنَ عُمَرَ كَيْفَ{ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَمُّ قَالَ كَانَ يُدِيرُالْعِمَامَةَ عَلَى رَأْسِهِ وَيَغْرِزُهَا مِنْ وَرَائِهِ وَيُرْسِلُ لَهَا مِنْ وَرَائِهِذُؤَابَةً بَيْنَ كَتِفَيْهِ }
“Telah meriwayatkan al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dari Abi ‘Abdis Salam, ia bertanya kepada kepada Ibnu ‘Umar bagaimana sesungguhnya cara Rasulullah Saw. memakai sorban. Ia berkata: ”Sesungguhnya beliau Saw. melilitkan sorbannya ke kepalanya, menancapkan buntutnya ke bagian belakang, dan menjuraikan (buntutnya) ke belakang rambutnya diantara dua bahunya.” (Syekh Sulaiman bin ‘Umar al-Jamal asy-Syafi’i, Hasyiyah Jamal, juz 6, hal. 201)
46. وَيُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يَعْتَمَّ من وجبت عليه الجمعة....... وَلِقَوْلِهِ {صَلَّىاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ} : الْعَمَائِمُ تِيجَانُ الْعَرَبِ .
“Dan disunnahkan baginya agar bersorban pada hari Jum’at... berdasarkan pada hadits Rasulullah Saw.: ”Sorban itu adalah mahkotanya orang Arab.” (Al-Qadlial Mawardi asy-Syafi’i, al-Hawi, juz 2, hal. 1031)
47.الْمُخْتَارُ لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْيَوْمِ مِنَ الزِّينَةِ ( يوم العيد ) ، وَحُسْنِالْهَيْئَةِ وَلُبْسِ الْعَمَائِمِ ، وَاسْتِعْمَالِ الطِّيبِ وَتَنْظِيفِ الْجَسَدِ، وَأَخْذِ الشَّعْرِ وَاسْتِحْسَانِ الثِّيَابِ.
“(Pendapat) yang terpilih bagi orang-orang pada saat hari ini (hari ‘Id) tentang berhias adalah membaguskan rupa, memakai sorban, menatanya dengan baik, dan menjaga kebersihan badan. Juga menyisir rambut, merapihkan pakaian.” (Al-Qadlial Mawardi asy-Syafi’i, al-Hawi, juz 2, hal. 455)
48. (قوله: لخبر: إن الله وملائكته إلخ) أي ولخبر: صلاة بعمامة أفضل من خمس وعشرين بغيرعمامة، وجمعة بعمامة أفضل من سبعين بغير عمامة
“(Dan perkataannya berdasarkan khabar: ’sesungguhnya Allah Swt. dan para Malaikatnya…..’) dan berdasarkan khabar: ’shalat dengan memakai sorban lebih utama daripada solat dua puluh raka’at tanpa memakai sorban. Dan Shalat Jum’at dengan memakai sorban lebih utama dari pada shalat jum’at tujuh puluh rakaat tanpa memakai sorban.” (Sayyid Syatha’ ad-Dimyati asy-Syafi’i, Hasyiyah i’anah ath-Thalibin, juz 2, hal. 95)
49. ثُمَّ الْعِمَامَةُ على صِفَتِهَا في السُّنَّةِ وَالرِّدَاءُ في الصَّلَاةِ مَطْلُوبٌشَرْعًا وهو أَنْ يَجْعَلَهُ على كَتِفَيْهِ
“Kemudian sorban atas sifatnya dalam sunnah dan rida’ dalam shalat, yang dituntut secara syara’ dalam pemakaiannya adalah dengan menguraikan (buntutnya) di belakang pundaknya.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Fatawa fiqhiyah kubra, juz 1, hal. 169)
50. وعبارة التحفة: وتسن العمامة للصلاة، ولقصد التجمل، للاحاديث الكثيرة فيها، واشتدادضعف كثير منها يجبره كثرة طرقها، وزعم وضع كثير منها تساهل، كما هو عادة ابن الجوزيهنا، والحاكم في التصحيح - ألا ترى إلى حديث: اعتموا تزدادوا حلما.
حيث حكم ابن الجوزي بوضعه، والحاكم بصحته، استرواحامنهما على عادتهما ؟ وتحصل السنة بكونها على الرأس أو نحو قلنسوة تحتها.
“Menurut Ibarat kitab Tuhfah: ”dan disunnahkan memakai sorban untuk shalat, dan berhias, berdasarkan hadits-hadits yang banyak tentang hal tersebut. Dan kesangatan dla’if yang banyak dari padanya, dapat dinaikkan derajatnya dikarenakan oleh banyak thuruq (riwayatnya) dari jalur lain. Dan prasangka dugaan tentang banyak kepalsuan dari hadits-hadits tersebut adalah sikap yang terlalu merendahkan, seperti kebiasaan Ibnul Jauzi dalam hal ini dengan terlalu menganggap palsu suatu hadits. Dan kebiasaan al-Hakim dalam pentashihannya (menshahihkan). Lihatlah kepada hadits (اعتمواتزدادوا حلما = bersorbanlah kalian, niscaya kalian akan bertambah sabar).” (Sayyid Syatha’ ad-Dimyatiasy-Syafi’i, Hasyiyah i’anah ath-Thalibin, juz 2, hal. 95)
51. وفي خبر أنه كان له ثلاث قلانس : قلنسوة بيضاء ، مضرية ، وقلنسوة بردة حبرة ، وقلنسوةذات آذان يلبسها في السفر ، وربما وضعها بين يديه إذا صلى ، ويؤخذ من ذلك أن لبس القلنسوةالبيضاء يغني عن العمامة ، وبه يتأيد ما اعتاده بعض مدن اليمن من ترك العمامة من أصلها
“Dan di dalam suatu hadits bahwa Rasulullah Saw. mempunyai tiga peci: peci putih, Mudlarriyah, dan peci Burdah Habarah. Peci tersebut terkadang dipakai dalam safar, dan terkadang ditaruhnya diantara kedua tangannya tatkala beliau Saw. shalat. Dan dapat difahami dari hal tersebut, bahwa memakai peci putih itu sudah terkaya dari pada sorban. Dan dengannya jadi kuatlah kebiasaan orang-orang di sebagian kota-kota di negeri Yaman dari pada meninggalkan sorban sama sekali.” (Sayyid ‘Abdurahman al-Masyhur asy-Syafi’i, Bughyahal-Mustarsyidin, hal. 87)
52. والعمامة مستحبة في هذا اليوم وروى واثلة بن الأسقع أن رسول الله صلى الله عليه و سلمقال إن الله وملائكته يصلون على أصحاب العمائم يوم الجمعة فإن أكربه الحر فلا بأس بنزعهاقبل الصلاة وبعدها ولكن لا ينزع في وقت السعي من المنزل إلى الجمعة ولا في وقت الصلاةولا عند صعود الإمام المنبر وفي خطبته
“Dan sorban itu disunnahkan memakainya pada hari ini (Jum’at). Dan telah meriwayatkan Watsilah bin al-Asqa’ bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. dan para Malaikatnya bershalawat kepada orang-orang yang memakai sorban di hari Jum’at. Maka jika cuaca panas merisaukannya, tidaklah mengapa sorban tersebut ditanggalkan sebelum shalat dan sesudahnya. Akan tetap ijanganlah ditanggalkan di waktu berjalan dari rumah menuju shalat Jum’at, jangan pula di waktu shalat, dan jangan pula di waktu Khatib/Imam naik mimbar saat berkhutbah.” (al-Ghazali, Ihya’ ‘ulumid ad-din, juz 1, hal. 181)
53. “Semoga dengan penjelasan ini, para Fuqaha akan menerima fakta bahwa pahala shalat dengan memakai sorban adalah lebih besar daripada shalat tanpa memakai sorban” (Fatawa Rashidi, hal. 326 dan Fatawa Rahimia, juz 4, hal. 359).
54. “Maulana Rashid Ahmad Gangohi telah menulis seperti berikut ini ketika menjawab satu pertanyaan tentang sorban; “Membolehkan seorang Imam (dalam shalat) tanpa memakai sorban adalah sama sekali diizinkan tanpa suatu celaan. ………Namun kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa dengan memakai sorban, pahala akan meningkat.” (Fatâwa Rasyidia, hal. 326)
55. “Allamah Anwar Shah Kashmiri telah menulis; “dari pandangan para fuqaha (ahli fiqgih), kami menemukan bahwa adalah mustahab (sangat disukai) jika sholat dilaksanakan dengan memakai tiga macam pakaian, satu diantaranya adalah sorban.” (Faidl al-Bari, juz2, hal. 8)
56. “Maulana Muhammad Zakariya Khandahlawi telah menulis dalam ‘Khasâil-e-Nabawi’ (Penjelasan Kitab Syamail Tirmizi): Memakai sorban adalah Sunnat-Mustamirrah’ (terus–menerus dilakukan oleh Nabi Sallallahualayhi wa sallam). Nabi Sallallahu alayhi wa sallam sangat menganjurkan kita untuk memakai sorban. Telah diriwayatkan dalam mahfum hadits: “Pakailah sorban. Karena itu akan membuatmu sabar” (Fathul Baari) Juga telah diriwayatkan bahwa itu seseorang bertanya kepada Hadhrat Ibn Umar R.a.: ”apakah memakai sorban itu adalah sunnah atau bukan?” Beliau menjawab bahwa itu adalah sunnah.
57. “Dalam beberapa kitab tentang biograf para Imam empat madzhab, Imam al-Suyuti and al-Haitami meriwayatkan bahwa beliau (Imam Hanafi) memiliki tujuh buah sorban, mungkin beliau memakai satu sorban untuk satu hari dalam seminggu. Juga Imam Syafi’i selalu memakai sorban yang besar, seolah-olah beliau adalah orang Arab di tengah padang pasir.” Seperti juga dengan muridnya, Pendiri mazhab Hambali, Ahmad ibn Hanbal selalu memakai sorban dengan melilitkan sebagian ekornya dibawah dagu. Banyak kaum muslimin di Afrika Utara dan di Sudan meniru cara beliau dalam memakaisorban.
58. Telah disebutkan juga bahwa Imam Bukhari ketika mempersiapkan perjalanannya ke Samarqand, beliau memakai sorban dan kaos kaki dari kulit. (Muqaddimah Fathul Bari, Hal. 493)
59. “Juga telah diriwayatkan bahwa Imam Muslim suatu ketika pernah meletakkan rida dan sorbanya di depan gurunya lalu pergi meninggalkan kelas. (Muqadimah Fathul Bari, hal. 491). Ini membuktikan bahwa Imam Muslim ketika mempelajari hadits selalu dalam keadaan memakai sorban.
60. “Ibn Hajar Al-Asqalani (Rahimahullah) di dalam kitab Fathul Baari hal. 491 dan 493, bahwasanya Imam Bukhari dan Imam Muslim keduanya selalu memakai sorban.”
Catatan : Walaupun mereka bukan orang Arab tapi mengamalkan hal ini (memakai sorban) untuk mengikuti Sunnah Rasulullah Saw.
61. “Ibn Al-Jawzi dan Ibn Al-Qayyim (dalam kitab Raudatal-muhibbin hal. 225) mengatakan bahwa Syekh Hasan al-Basri selalu memakai sorban.”
62. Juga dikatakan dalam beberapa buku biografi, bahwa Imam Abu Zakaria an-Nawawi seumur hidupnya hanya memakai gamis dan sorban.
Hadits-hadits tentang Rida’
63. عن أنس بن مالك ، قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا ارتدى ، أو ترجل ، أو تنعل ، بدأ بميامنه ، وإذا خلع بدأ بيساره
“Dari Anas bin Malik, ia berkata: ”Bahwasanya Nabi Saw. tatkala memakai rida’, atau tatkala berjalan kaki, atau tatkala memakai sandal, maka memulainya dengan bagian kanan dahulu. Dan tatkala melepasnya, maka dimulai dari bagian kiri dahulu.” (HR Abi Syaikh, kitab akhlaq an-Nabiy, hal. 284)
64. أخبرنا الشافعي قال : " وأحب للإمام من حسن الهيئة ما أحب للناس ، وأكثر منه ،وأحب لو اعتم فإنه كان يقال إن النبي صلى الله عليه وسلم كان يعتم ، ولو ارتدى ببرد
“Telah mengabarkan kepada kami Imam Syafi’i, ia berkata: ”Dan yang paling disukai bagi Imam adalah membaguskan penampilannya dari apa-apa yang paling disukai oleh orang-orang, dan lebih memperbanyaknya. Dan lebih disukai jikalau bersorban karena sesungguhnya bahwasannya dikatakan “sesungguhnya Nabi Saw. bersorban, meskipun beliau memakai rida dengan kain bergaris.” (HR. al-Baihaqi)
65. عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَوَعَلَيْهِ رِدَاءٌ نَجْرَانِيٌّ غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ.
“Dari Anas bin Malik ia berkata: ”Kami sedang bersama Nabi Saw., dan Beliau memakai rida’ orang-orang Nahran yang tebal kelimnya.” (HR. Ibnu Majah)
66. حدثني إسحاق بن عبد الله بن أبي طلحة حدثني أنس بن مالك قال : دخل النبي صلى الله عليهو سلم المسجد وعليه رداء نجراني غليظ الصنعة
“Telah menceritakan kepadaku Ishaq bin ‘Abdillah bin Abi Thalhah telah menceritakan kepadaku Anas bin Maliki
Pernyataan para ‘Ulama tentang rida’
67. عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ : أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَرْتَدِي رِدَاءً بِأَلْفٍ
“Dari ‘Utsman bin Abi Sulaiman: ”Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas memakai rida dengan seringnya (menjadi kebiasaan).” (Syekh Abu Bakar ad-Dainuri, al-Majalisah wa jawahir al-’Ilmi, juz 2, hal. 370)
68. ويسن للمصلي أن يلبس أحسن ثيابه ويرتدي ويتعمم ويتقمص ويتطيلس ولو كان عنده ثوبان فقط لبس أحدهما وارتدى بالآخر
“..Dan disunnahkan bagi orang yang hendak shalat agar memakai pakaian yang terbaik. Dan hendaknya memakai rida’, sorban, gamis, thailasan. Dan jika ia hanya mempunyai dua, maka pakailah salah satu diantara keduanya, dan satunya lagi memakai rida’…” (Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in, juz 1, hal. 14)
69. كان صلى الله عليه و سلم يلبس من الثياب ما وجد من إزار أو رداء أو قميص أو جبة أو غير ذلك وكان يعجبه الثياب الخضر وكان أكثر لباسه البياض ويقول ألبسوها أحياءكم وكفنوا فيها موتاكم
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. memakai pakaian yang dimiliki, seperti sarung, atau rida’, atau ghamis, atau jubah, atau yang lainnya. Beliau sering memakai pakaian berwarna hijau, tapi yang paling sering dipakai adalah pakaian yang berwarna putih. Dan Beliau Saw. bersabda: ”Pakailah oleh orang-orang hidup kalian (pakaian putih). Dan kafanilah dengannya jenazah-jenazah kalian.” (Imam Ghazali, Ihya ‘ulumiddin, juz 2, hal. 372)
Pandangan Ulama tentang masalah pakaian berwarna hitam
70. وقال الشافعي رضي الله عنه من نظف ثوبه قل همه ومن طاب ريحه زاد عقله
وأما الكسوة فأحبها البياض من الثياب إذ أحب الثياب إلى الله تعالى البيض ولا يلبس ما فيه شهرة
ولبس السواد ليس من السنة ولا فيه فضل بل كره جماعة النظر إليه لأنه بدعة محدثة بعد رسول الله صلى الله عليه و سلم
“Dan berkata Imam Syafi’i r.a : “Barang siapa yang bersih pakaiannya, maka sedikit kegelisahannya. Dan barang siapa yang harum baunya, maka bertambah akalnya. Dan adapun pakaian yang paling disukai adalah pakaian yang berwarna putih. Karena pakaian yang paling dicintai Allah Swt. adalah pakaian berwarna putih, yang tidaklah dipakai karena ingin mendapat ketenaran. Dan adapun pakaian berwarna hitam bukanlah bagian dari sunnah dan tidak keutamaan didalamnya, tetapi pakaian berwarna hitam dimakruhkan oleh sekelompok ulama’ untuk dilihat, karena sesungguhnya ia adalah bid’ah yang muncul setelah Rasulullah meninggal.” (Imam Ghazali, Ihya ‘ulumiddin, juz 1, hal. 181)
71. و في موضع من الإحياء يكره السواد أي خلاف الأولى وقال الشيخ عز الدين إدامة لبسه بدعة وقضيته أن لابدعة في غير إدامته للأحاديث الصحيحة بلبسه صلى الله علبه وسلم له في مواضع عديدة لكن لاينافى ذالك أفضلية البياض
“Di dalam suatu bab dalam kitab Ihya terdapat keterangan yang memakruhkan pakaian berwarna hitam, yakni karena ia menyalahi yang utama. Dan berkata Syekh ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam, jika pakaian berwarna hitam sering dipakai terus menerus maka hal tersebut adalah bid’ah, tetapi tidak dikategorikan bid’ah jika tidak dipakai secara terus menerus berdasarkan hadits sahih bahwa Rasulullah Saw. sering memakai pakaian hitam. Namun semua hal tersebut tidak meniadakan bahwa yang paling utama tetaplah pakaian putih.” (Syekh Sa’id bin Muhammad, Busyr al-karim, juz 1, hal. 10)
72. إدامة لبس السواد ولو في النعال خلاف الأولى
“Sering memakai pakaian berwarna hitam, meskipun dalam hal sandal, maka ia menyalahi yang utama.” (Sayyid ‘Abdurahman bin ‘Umar al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 86)
73. وأفضل ثيابه البيض كغيره هذا هو المشهور وذكر الغزالي في الاحياء كراهة لباسه السواد وقاله قبله أبو طالب المكى
“Dan tetaplah yang paling afdlal kesemuanya itu berwarna putih, seperti yang lainnya juga, inilah pendapat yang masyhur. Dan telah berkata imam Ghazali dalam kitab ihya’, tentang makruhnya pakaian berwarna hitam, dan itulah perkataan yang diucapkan sebelumnya oleh Abu Thalib al-Makki (pengarang kitab Qut al-Qulub).” (Imam Nawawi asy-Syafi’i, al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal. 538)
Catatan: Keterangan tentang makruhnya pakaian hitam ini kebanyakan ditaruh pada bab Jum’at dan Shalat. Karena itu kami menganggap bahwa diluar shalat, maka boleh-boleh saja memakai pakaian berwarna hitam, karena Syekhunal Mukarram Abah Habib Umar bin Yahya dalam berbagai keadaanya diluar shalat sering memakai pakaian berwarna hitam dan peci hitam. Dalam berbagai undangan acara resmi, Abah Habib ‘Umar sering memakai peci hitam dan jas hitam. Putra beliau pun Abah Habib ‘Ismail bin Yahya dan adiknya Syekhunal Mukarram Abah Habib Qasim bin Yahya, beliau berdua sering memakai peci hitam dan jaz hitam, juga para Kiyai Sepuh seperti Abah Rasyid Wanantara. Kami juga mendapat keterangan dari salah satu Putra Syekhunal Mukarram bahwa memang benar, ketika semasa hidupnya, Syekhunal Mukarram sering memakai baju berwarna hitam ketika beraktivitas ke ladang dan pergi ke acara resmi. ”Dan Syekhunal Mukarram melarang memakai pakaian berwarna merah. Namun tentang kesemua itu (pakaian berwarna hitam) tidaklah menafikan bahwa yang paling afdlal tetaplah pakaian berwarna putih. Wallahu a’lam...
DAFTAR PUSTAKA
Al-Adab asy-Syar’iyyah, Ibnu Muflih al-Hambali, Dar al-fikr-Beirut.
‘Aridloh al-Ahwadzi bi Syarh Shahih at-Tirmidzi, Ibnu al-‘Arabi al-Maliki, Dar al-Kutub al-‘Ilmiah-Beirut.
Busyr al-Karim, Syekh Sa’id bin Muhammad,
Bughyah al-Mustarsyidin, Sayyid ‘Abdurahman al-Masyhur,
Bulghah as-salik, Syekh Ahmad ash-shawi al-Maliki, Dar al-Fikr-Beirut.
Durus ‘Umdah al-Fiqh, asy-Syanqiti, Saudi Arabia.
Fath al-Bari’, al-Hafizh Ibnu Hajar, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Futuhat ar-Rabbaniyah ‘ala al-Adzkar an-Nawawiyah, Ibnu ‘Allan ash-Shidiqi, Dar al-Ihya’ at-Turasts al-‘Arabi-Beirut.
al-Furu’, Syekh Muhammad bin Muflih al-Hambali,
Fath al-Mu’in, Syekh Zainuddin al-Malibary, al-Haramain-Surabaya.
Fatawa fiqhiyah kubra, Ibnu Hajar al-Haitami, Dar al-Fikr-Beirut.
Hasyiyah ar-Raudl, Abdurahman an-Najdi, Saudi ‘Arabiya.
Al-Hawi, Qadli al-Mawardi, Dar al-Fikr-Beirut.
Hasyiyah Jamal, Syekh Sulaiman bin ‘Umar al-Jamal asy-Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Hasyiyah i’anah ath-Thalibin, Sayyid Syatha’ ad-Dimyati asy-Syafi’i, Haramain-Surabaya.
al-Ikhtiyar lita’lil al-mukhtar, Syekh ‘Abdullah bin Mahmud al-Mausuli al-Hanafi, Dar al-Fikr-Beirut.
al-Iqna’, Syekh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad asy-Syarbini al-Khatib asy-Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Ihya’ ‘ulumid ad-din, Imam Ghazali, Haramain-Surabaya
Kasysyaf al-qina’ ‘an al-‘iqna’, Syekh Manshur bin Yunus al-Buhuti asy-Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Kifayah fi ‘Ilmi ar-Riwayah, al-Khathib al-Baghdadi, tanpa tahun dan penerbit.
Al-Majalisah wa jawahir al-’Ilmi, ad-Dainuri, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam Nawawi, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Maqashid al-Hasanah, al-Hafizh as-Sakhawi, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad Ahmad, Imam Ahmad, ‘Alim al-Kutub-Beirut.
Muwaththa’, Imam Malik, Dar al-Fikr-Beirut.
Mushannaf Ibn Abi Syaibah, al-Hafizh Ibnu Abi Syaibah, Dar al-Fikr-Beirut.
Mushannaf ‘Abdur Razzaq, al-Hafizh ‘Abdur Razzaq, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad Abi Ya’la, al-Hafizh Abi Ya’la, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad Syafi’i, Imam Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad al-Bazzar, al-Hafizh Abu Bakr al-Bazzar, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad Abi ‘Awanah, al-Hafizh Abi ‘Awanah, Dar al-Fikr-Beirut.
Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Imam Hakim an-Naisaburi, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Mu’jam al-Kabir, Imam ath-Thabrani,.
Majmu’ al-Fatawa, Ibnu Taimiyah, Dar al-Wafa’.
Majma’ al-anhar, Syekh Zadah al-Hanafi, Dar al-Fikr-Beirut.
Manhaj an-Naqdi fi ‘Ulum al-Hadits, Dr.Nuruddin ‘Itr., Dar al-Fikr- Beirut.
Mughn al-Muhtaj, Syekh Syamsyuddin Muhammad al-Khatib asy-Syarbini asy-Syafi’i, Dar al-Fikr- Beirut.
al-Muhadzdzab fi tafsir, Syekh ‘Ali bin Nayif asy-Syuhud, Dar ar-Rayyan li at-Turats.
Al-Qaul al-Badi’ fi ash-Shalati ‘ala al-Habib asy-Syafi’,Hafizh as-Sakhawi, Dar ar-Rayyan li at-Turats.
Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar, Ibnu ‘Abidin, Dar ‘alim al-Kutub-Riyadl.
Shahih al-Bukhari, Imam Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Dar al-Fikr-Beirut.
Shahih Muslim, Imam Muslim, Dar al-Fikr-Beirut.
Shahih Ibnu Khuzaimah, al-Hafizh Ibnu Khuzaimah, Dar al-Fikr-Beirut.
Shahih Ibnu Hibban, al-Hafizh Ibnu Hibban, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan Abu Dawud, Imam Abu Dawud, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan Ibnu Majah, Imam Ibnu Majah, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan at-Tirmidzi, Imam at-Tirmidzi, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan an-Nasai, Imam An-Nasai, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan Kubra Baihaqi, Imam Baihaqi, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan ad-Darimi, al-Hafizh ad-Darimi, Dar al-Fikr-Beirut.
Syarh as-Sunnah, Imam al-Baghawi, Dar al-Fikr-Beirut.
Syarh al-Musykilah al-atsar, Abu Ja’far ath-Thahawi,
Syarah Mukhtashar Khalil, Syekh Muhammad bin ‘Abdillah al-Kharasyi al-Maliki, Dar al-Fikr-Beirut.
Tanqih al-Qaul, Syekh Nawawi al-Bantani, Thaha Putra Semarang
Tafsir Ibnu Katsir, al-Hafizh Ibnu Katsir,
At-Tamadzhab, Syekh ‘Abdul Fattah al-Yafi’I,Cet. Jami’ah Sudan.
Tathhir al-Jinan wa al-Lisan, Ibnu Hajar al-Haitami, Hakikat Kitabevi-Turki
At-Ta’zhim wa al-Minnah, Imam Suyuthi, Dar al-Jawami’ al-Kalim
Tadrib ar-Rawi fi Syarh at-Taqrib an-Nawawi, Imam Suyuthi, Dar Ibn al-Jauziyah-Kairo.
Tuhfah al-Muluk, Syekh Muhammad bin Abi Bakr ar-Razi al-Hanafi, Dar al-Fikr-Beirut.
Tuhfah al-Habib, Syekh Sulaiman al-Bujairimi asy0Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Tausyih ‘ala Ibni Qasim, Syekh Nawawi al-Bantani, al-Haramain.
DLL.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar